10.11.10

> 22.09.10: Halal Bi Halal Versus Sidak



Halal Bi Halal Versus Sidak

Jakarta Wed 22 Sep 2010
by : Wahyu Utomo


SIAPAKAH orang yang harus paling didahulukan? Tanya sohabat. ” Ummuka ‘“ ibumu” jawab Nabi. Kemudian siapa? Tanya sohabat. ” Tsumma umma ‘“ kemudian ibumu” jawab Nabi. Kemudian siapa? ” Tsumma ummuka” jawab Nabi. Kemudian Siapa? ” Tsumma abuuka ‘“ kemudian bapakmu” jawab Nabi.

Boleh jadi banyak yang keliru mengira ayah adalah nomor wahid bagi anak-anaknya. Tetapi berdasarkan hadits diatas, ternyata bukan. Bahkan tiga kali dipanggil berbarengan, seorang anak harus tiga kali mendatangi ibu, baru pada panggilan yang ke 4, boleh mendatangi ayah.

Sebuah riwayat menceritakan seorang manusia shalih ahli ibadah. Juraiz dari hari ke hari pekerjaannya hanya shalat dan doa didalam mihrab. Suatu hari, ketika sedang melaksanakan shalat sunnah, ibunya memanggil. Dia bimbang meneruskan sholatii - shalatku? Ataukah mendatangi ummii - ibuku? Apakah mengambil opsi pertama meneruskan shalat sunnah dan mengabaikan ibu, atau opsi kedua memenuhi panggilan ibu dan membatalkan shalat sunnahnya?

Tidak dijelaskan didalam hadits shalat sunnah apa yang dikerjakan Juraiz, yang jelas shalat orang shalih zaman dulu mestinya lama. Solat tasbih, misalnya, bisa 1/2 jam. Jadi bukan shalat sunnah beberapa menit seperti orang masa sekarang.

Juraiz memilih opsi pertama.

Karena dipanggil sekian lama baru keluar dari mihrab, ibunya tersinggung. Allah SWT lalu memberikan ‘imbalan‘ dalam bentuk cobaan berat terhadap nama baik Juraiz: dituduh menghamili seorang wanita.

Walaupun hamba yang ma‘sum dibersihkan dari segala dosa, ternyata Nabi Muhammad SAW juga pernah ditegur oleh Allah SWT. Buktinya adalah surat ‘abasa wa tawallaa ‘“ bermuka masam dan berpaling Muhammad karena kedatangan orang buta. Nabi memilih mendahulukan menghormati Ubay bin Kholaf dan beberapa pemuka Quraisy lainnya daripada Ibnu Ummi Maktum.

Dari semua riwayat diatas jelas bahwa agama Islam itu sangat memperhatikan prioritas. Pentingkan yang penting. Dahulukan yang harus didahulukan. First thing first.

Maka itu, wajar jika Jumat 17/9 minggu lalu di Pospol AJU Cikopo, Cikampek, Presiden SBY menegur secara terbuka kepada 2 pimpinan perusahaan telekomunikasi milik pemerintah ketika dalam sebuah sidak yang memerlukan pembicaraan jarak jauh ternyata CCTV - closed circuit TV tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Konon jaringan yang digunakan presiden saat melakukan sidak tidak menggunakan jalur khusus - dedicated, namun menggunakan akses jaringan 3G yang digunakan public netwrok dan memiliki successful rate 95%. Artinya, kemungkinan gagalnya 5 persen. Namanya juga musibah, kegagalan terjadi justru saat ada sidak oleh Presiden.

Di zaman orde baru, pada sebuah presentasi kepada Presiden saat itu, back-up system berlapis bukan hanya double, triple, quadruple, bahkan sampai quintuple alias lima lapis. Memang berlebihan, tetapi itulah yang terjadi.

Wajar jika kemudian Menteri BUMN yang membawahi kedua perusahaan telekomunikasi itu mengaitkannya dengan KPI ‘“ Key Performance Index.

Apalagi dinyatakan pula kemudian para pimpinan itu sedang melaksanakan acara HBH - Halal Bi Halal di Bandung.

Namanya sidak meninjau arus balik lebaran, yang mendampingi Presiden SBY saat itu adalah Seskab, Mensesneg, Menko Polhukam, Menko Kesra, Menhub, Menteri PU, Kapolri, Gubernur Jabar dan Kapolda Jabar. Urusan komunikasi barangkali dianggap sebagai supporting department saja, maka itu Menkominfo tidak ikut. Juga Menteri BUMN.

Dengan demikian bahwa pada saat sidak Direksi perusahaan sedang pada HBH di Bandung, jadi dapat difahami, karena dua Menteri itu saja tidak ikut serta.

Jika pun tahu akan ada sidak Presiden, Direksi tentunya tidak sendirian dalam menentukan apakah menghadiri HBH, atau mengahiri sidak. Untuk perusahaan sebesar itu tentunya ada protokol perseroan yang yang mengatur jadual Direksi. Apalagi Direksi perseroan yang berkedudukan di Jakarta.

Organizing Committee atau OC atau panitia pelaksana sebuah parpol atau ormas di tingkat provinsi yang mengadakan musyawarah provinsi tentunya merasakan bagaimana stress nya menunggu Gubernur atau Pangdam atau Kapolda untuk hadir di acara Musda.

OC di DKI akan lebih stressfull dibandingkan OC di Provinsi lainnya. Karena Gubernur setiap saat bisa dipanggil untuk mendampingi Presiden. Pangdam setiap saat bisa dipanggil Mabes TNI. Kapolda bisa setiap saat dipanggil Mabes Polri. Jika itu terjadi, mimpi buruk untuk OC.

Intinya, sepenting apapun, agenda harus fleksibel, bahkan harus batal jika ada kegiatan dari level diatasnya. Persis seperti HBH perseroan versus sidak Presiden.

Selalu ada hikmah yang bisa diambil dari setiap kejadian. Syukurlah, juru bicara perseroan memberikan pernyataan bahwa teguran yang disampaikan Presiden ini akan membuat perseroan terus berinterospeksi atas kejadian tersebut.

Kembali ke kisah Juraiz tadi. Boleh jadi banyak yang mengira sholat sunnah lebih penting dari memenuhi panggilan ibu. Ternyata terbalik. Kepada Juraiz kemudian ditimpakan fitnah menghamili wanita di luar nikah. Juraiz pun diadili oleh kaumnya.

Syukurlah, atas taubatan-nasuha yang dikerjakan Juraiz, bayi yang baru lahir itu tiba-tiba bisa bicara dan mengatakan bahwa ayah kandungnya adalah si Fulan. Juraiz pun terhindar dari hukum adat masyarakat.

Bagi korporasi, apalagi BUMN/BUMD, terlebih-lebih yang memberikan pelayanan public utility ‘“ listrik, air, telekomunikasi, dll., adalah sangat penting membuat mapping dari para stakeholders di wilayahnya, terutama peers and above - selevel dan diatasnya. Tentu saja mapping yang dinamis dari waktu ke waktu. Apa boleh buat.

Allah SWT yang Ar-Rohman Ar-Rohim Maha Pengasih dan Maha Penyayang saja menegor Nabi Muhammad SWT ketika keliru dalam menetapkan ‘first thing first‘.