20.7.10

> 07.04.10: Padu Padan Spiritual dan Material









Padu Padan Spiritual dan Material

Jakarta Wed 07 Apr 2010

Seperti di ribuan perusahaan di negeri ini, ratusan karyawan sebuah industri hotel harus mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Lalu di sela-sela melayani tamu hotel, harus bergantian ikut pelatihan SPT. Lalu harus antri di KPP. Jadi ketika meledak kasus dimana uang yang dibayarkan rakyat kecil di KPP ternyata sebagian masuk ke rekening pribadi-pribadi, wajarlah jika bangsa ini jadi geram.

Mengapa ada departemen yang rawan godaan fulus menaikkan gaji pegawainya berlipat-ganda? Harapannya tentu, terbentuknya komunitas PNS Saleh Nasional yang sejahtera, tidak korup, dan hidup berdedikasi membangun negara yang thoyyibah wa robbun ghofuur (baik dan dimaafkan Tuhan) dan membangun keluarga sakinah yang mawaddah dan rahmah.

Sayang sekali, serakah sudah terlanjur menjadi sifat manusia. “Seandainya anak Adam memiliki satu jurang dari emas, maka ia akan mencari jurang emas yang ke dua,” ungkap Rasulullah Muhammad SAW. Berdasarkan dalil ini, sangat jarang tokoh sederhana dan jauh dari keserakahan. Meskipun begitu, Tuhan mengaruniakan sejumlah figur yang sederhana, seperti : Allahyarham Bung Tomo, Allahyarham Sarwo Edie Wibowo, Allahyarham Hoegeng Imam Santoso, dan Allahyarham Baharuddin Lopa.

Tidak mudah menjadi manusia sederhana dan tidak serakah. Maka Rasulullah Muhammad SAW pun berdo‘a kepada Allah, agar terbebas dari 4 perkara: min ‘ilmin laa yanfa‘ ~ dari ilmu yang tidak manfaat; min du‘aain laa tusma‘ ~ dari do‘a yang tidak didengar; min qolbin laa yakhsya‘ ~ dari hati yang tidak khusyuk; dan min nafsin laa tusba‘ ~ dari diri yang tidak pernah puas.

Boikot pajak nasional? Jelas tidak. Tindakan begitu, jelas pelanggaran hukum. Darimana biaya menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan rakyat bila pajak diboikot? Dari mana pula biaya untuk TNI mempertahankan tanah tumpah-darah Indonesia ? Ironisnya, ketika pekan lalu para pegawai pajak dikumpulkan, ada testimoni : Setelah bekerja sekian lama, baru pertama kali itulah dia menerima wejangan spiritual tentang code of conduct.

Jika pelipat-gandaan remunerasi adalah pembekalan material untuk membentengi godaan dari luar, maka wejangan adalah pembekalan spiritual untuk membentengi diri dari dalam. Jika pembekalan material diberikan tiap bulan, bahkan tidak boleh telat seharipun, pembekalan spiritual justru jarang diberikan. Padahal pembekalan spiritual harus diberikan secara konsisten dan berkala, sampai akhir hayat dikandung badan.

Berikanlah pembekalan spiritual dan materi yang memadai bagi para pegawai. Bisa tahunan, semesteran, bulanan, atau bahkan mingguan jika dipandang perlu. Tentu saja rasio ini berlaku umum, termasuk untuk pegawai BUMN, BUMD dan Korporasi.

Untuk memperoleh rasio spiritual berbanding materi berkecukupan, tentu bukan dengan cara mengumpulkan belasan ribu pegawai di Masjid Istiqlal. Ini zamannya IT. Pembekalan spiritual bisa lewat TV-internet, sehingga bisa diabsen siapa yang logon dan siapa yang tidak. Atau bisa via komunikasi komunitas CDMA agar broadcasted voice lebih sulit disadap daripada GSM. Bisa juga lewat teledakwah dengan ribuan orang pegawai di pelosok sekaligus. Tentang content, tinggal pilih ustadz dan ustadzah atau motivator yang paling cocok. Itu masukan solusi wajib. Insya Allah.

Adapun masukan solusi sunnah khusus untuk Ditjen Pajak, adalah perlunya meninjau ulang penggunaan slogan “Apa kata dunia?” dalam campaign iklan pajak. Bukankah itu ucapan Jenderal Nagabonar mantan pencopet? Allahu a‘lam. (Perlu do‘a untuk melindungi diri dari empat perkara itu? Kirim saja email ke tsuratmadji@gmail.com).

Teddy Suratmadji