20.7.10

> 30.06.10: Lisanmu Pedangmu, Harimaumu










Lisanmu Pedangmu, Harimaumu

Jakarta Wed 30 Jun 2010


Kata pepatah: lisaanukum aslihatukum ‘“ lisanmu pedangmu. Pedang itu untuk membela diri, tetapi jika tidak hati-hati menggunakannya, pedang bisa berbalik melukai pemiliknya.

Pesan seorang sufi terkenal: lisanmu harimaumu. Harimau itu binatang buas yang jika tidak diikat dengan kuat bisa membinasakan manusia.

Itulah drama tragis yang dipertontonkan Jenderal Stanley Allen McChrystal, 56 tahun, komandan pasukan Amerika Serikat di Afganistan, yang dipecat oleh Presiden Barack Obama gara-gara ucapannya yang dimuat di sebuah majalah dua mingguan mendiskreditkan Obama dan pejabat kepercayaannya.

Reputasi alumni West Point, jenderal angkatan darat berbintang 4 yang terkenal disiplin dengan empat puluh tahun lebih masa pengabdian, semua hancur dalam sekejap karena lisannya. Sang Jenderal dengan puluhan tanda jasa di dada dipecat seorang presiden sipil yang hanya mempunyai satu pin saja. Sungguh tragis.

Sudah banyak contoh yang keseleo lisan. Ada jenderal polisi yang membuat istilah “cicak lawan buaya” bagi KPK dan polisi. Akibatnya ‘“saat itu- sungguh luar biasa buruk bagi sang jenderal. Demo hampir di seluruh negeri. Ada lagi pejabat tinggi sipil yang membuat istilah “jelita dan jelata” untuk Manohara dan Prita. Keduanya adalah wanita yang saat itu sedang berperkara. Ada lagi politisi yang keliru memanggil ‘Daeng‘ kepada mantan Wapres yang jelas saja tidak sesuai dengan martabatnya, karena seharusnya dipanggil ‘Puang‘.

Itu semua adalah lisan dalam konteks hablun minan naasi ‘“ hubungan sesama manusia. Tetapi sering berakibat ‘tiada maaf bagimu‘. Di negara lain, pejabat publik yang salah ucap banyak yang sampai harus meletakkan jabatannya. Contoh terkini ya MacChrystal itu tadi.

Di Indonesia, sulit disangkal bahwa kejatuhan mantan Presiden Abdurrahman Wahid diantaranya adalah karena akumulasi dari lisan-lisan almarhum yang bagi kebanyakan bangsa Indonesia terasa bagaikan pedang. Melukai banyak orang, tetapi kemudian menjadi berbalik melukai sendiri. Maka beberapa jam sebelum dekrit Presiden dibacakan untuk diantaranya membubarkan DPR, Gus Dur disalip oleh Sidang Istimewa MPR untuk di impeachment.

Bahwa kemudian setelah wafat, banyak ucapannya yang terbukti benar, misalnya mengatakan anggota DPR waktu itu sebagai ‘anak TK‘, itu adalah kefadlolan Gus Dur yang terlambat disadari oleh bangsa Indonesia.

Lalu bagaimana dengan lisan dalam konteks hablun minalloohi ‘“ hubungan dengan Alloh SWT?

Sabda Nabi: barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata baik au liyasmuth - atau diam.

Lisan yang sepertinya tidak ada apa-apanya, ternyata besar hisabannya di sisi Allah. Ucapan dzikir subhanalloh, alhamdulillah, laa ilaha illallohu, allohu akbar, pahalanya sungguh besar. Sebaliknya, hanya ucapan ‘sialan‘, ‘dasar‘, atau ucapan-ucapan sebangsanya, adalah ucapan dosa. Ucapan syirik yang menyekutukan Allah bahkan akan membawa ke jahannam.

Firman Allah SWT didalam Al-Quran: tidak ada satu kata yang diucapkan melainkan pasti dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid.

Kembali ke hablun minannas, sebetulnya banyak kejadian di kalangan korporasi yang keseleo lisan, tetapi tentu saja tidak terpublikasi karena tidak memiliki nilai berita.

Sangat penting bagi puncak pimpinan di sebuah korporasi untuk menghemat bicara. Sebab kalau seorang CEO salah bicara karena terlalu mengobral bicara, repot sudah. Tetapi kalau corporate secretary atau humas yang bicara, jika terjadi keseleo lisan masih ada yang bisa “dioknumkan” sehingga nama korporasi bisa diselamatkan.

Teddy Suratmadji