20.7.10

> 31.03.10: Procrastination Menggerus Iman










Procrastination Menggerus Iman

Jakarta Wed 31 Mar 2010


Di tengah-tengah business luncheon di coffee shop hotel, seorang eksekutif setengah baya nampak gelisah. Selama makan sesekali ia melihat jam. “Mas, musholla dimana?” katanya kepada waitress setengah berbisik. “Wisky Cola, Pak? Segera saya pesan pada bar tender,” cetus waitress.

Eksekutif itu segera menarik lengan, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga sang waitress, “Musholla.. bukan wishky cola. Tempat shalat. Paham?”. Waitress itu tersipu malu, dia salah mendengar. Lantas menunjukkan musholla di hotel itu.

O, rupanya ia mau shalat dzuhur. Pantaslah gelisah, karena jam sudah menunjukkan jelang ashar. Ia segera bergegas menuju ke lift untuk shalat di lantai atas.

Hmm.. kegelisahan itu terjadi, karena biasa menunda-nunda waktu. Dalam terminologi Time Management, hal itu disebut procrastination. Sederhana memang, tapi beresiko. Di dalam Al Quran (Q.S At-Taubah), Allah SWT berfirman, sesungguhnya ‘annasii-u‘ alias menunda-nunda (kebaikan dan kebajikan) itu menambah kekufuran. Tentu ayat ini tidak an sich untuk perkara ibadah, tapi untuk segala urusan.

Lain lagi dengan seorang CEO sebuah BUMN, setiap lunch appointment selalu dibuatnya jam 12:30. Usut punya usut, ternyata eksekutif yang satu ini shalat dulu, baru makan. Pantas, di wajahnya terpancar kedamaian. Shalat bisa khusyuk, kelezatan rezeki bisa dinikmati dengan tenang.

Time Management mengenal dua sumbu. Sumbu pertama garis horizontal menunjukkan waktu, yang bergerak dari kiri Not Urgent “NU”, menuju kanan menjadi Urgent “U”. Jadi “U” adalah fungsi waktu. Semakin mepet, semakin dengan “U”. Sumbu kedua garis vertikal menunjukkan signifikansi, bergerak dari bawah Not Important “NI” ke atas menuju Important “I”. Jadi semakin penting, semakin “I”. Shalat sangat penting karena merupakan pilar agama.

Shalat sebagai rukun Islam yang wajib ada di posisi “I”. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Janji antaraku dengan ummatku adalah shalat”. Barangsiapa yang meninggalkan shalat, tidak terikat janji apapun dengan Rasulullah SAW. Jadi bagi yang tidak shalat, jangan menagih janji mengharap syafa‘at, atau janji-janji Nabi lainnya. Apa beda antara host setengah baya dengan CEO BUMN tadi? Keduanya ada di posisi “I” tetapi beda kuadran. Yang satu di kuadran “IU”, yang satu lagi di kuadran “INU”.

Hari ini (Rabu, 31 Maret) adalah batas akhir penyerahan SPT. Membayar pajak adalah “I” karena diancam pidana. Mereka yang menyerahkan SPT bulan lalu dengan yang menyerahkan kemarin, apalagi yang baru hari ini, berada di kuadran yang berbeda “INU” versus “IU”.

Contoh lain: Gayus Halomoan Partahanan Tambunan -- PNS Ditjend Pajak --, milyarder muda yang saat ini raib entah ke mana. bulan lalu bukanlah siapa-siapa, sehingga berada di kuadran “NINU”. Karena Komjenpol Susno Duaji sebagai whistleblower, kini Gayus berada di posisi “IU” bagi bangsa ini, supaya segera diringkus.

Procrastination, selaras ayat di surat at Taubah di atas, bisa menambah kekufuran. Maka skill untuk menentukan mana “IU”, “INU”, “NIU” dan “NINU” menjadi sangat penting. Hidup di kuadran ektrim atas “IU” membuat stress dan menggerus keimanan. Hidup di kuadran ekstrim bawah “NINU” adalah kehidupan yang mubadzir, dan berteman setan: (kaana mubadikhwaanasy syayaathin). Jadi, marilah hidup di kuadran “INU”, seperti shalat di awal waktu.

Kerjakan semua yang penting seawal mungkin, berdzikir dan berdo‘a kala senggang, kapan saja. Agar ketika terjadi emergency, do‘anya makbul. Supaya menjadi manusia ‘tahu diri‘, janganlah ber-dzikir dan berdo‘a hanya ketika sedang susah. Tabik.

Teddy Suratmadji