20.7.10
> 21.04.10: Kemitraan Mbah Priuk
Kemitraan Mbah Priok
Jakarta Wed 21 Apr 2010
SEANDAINYA ribuan tahun lalu Musa lulus berguru kepada Khidir, maka ilmu mengetahui kejadian di masa depan dapat diwariskan kepada ummat manusia.
Ilmu yang sangat hebat bisa meramal orang puluhan tahun kemudian akan menjadi manusia durhaka dan membunuh kedua orang-tuanya. Maka mumpung masih bayi, Khidir membunuhnya.
Sayang, Musa gagal. Maka ilmu Khidir tidak bisa dimanfaatkan oleh mereka yang merancang pengambil-alihan paksa maqom Mbah Priok. Akibatnya dari pihak polisi pamong praja tiga gugur, ratusan luka-luka, puluhan kendaraan dibakar. Belum terhitung korban dan kerugian dari masyarakat.
Ekspose pemerintah bahwa belasan tahun yang lalu kuburan sudah dipindah ke tempat lain, mubadzir. Kuburan berbeda dengan maqom. Sebagai analogi, didepan Hajar Aswad di Kabah ada yang disebut maqom Ibrohim tempat jutaan peziarah sholat setelah melaksanakan thowaf. Tidak ada kuburan disana.
Paska Rabu berdarah, maqom Mbah Priok malah semakin terkenal. Maqom yang selama ini setiap minggunya diziarahi ribuan orang, kecenderungan peziarah justru menjadi semakin meningkat.
Sebuah korporasi tidak akan lestari jika tidak feasible dari sisi bisnis, jika menabrak tatanan hukum dan jika melabrak tatanan sosial.
Saat pembentukan, korporasi memerlukan Feasibility Study (FS) untuk menjamin profitability. Saat sudah berjalan, korporasi memerlukan Corporate Social Responsibility (CSR) atau kemitraan untuk menjamin sustainability.
Dari sisi kemitraan, peristiwa Rabu anarkis saat aparat pamong praja akan melakukan eksekusi hak sebuah BUMN pelabuhan, menimbulkan tanda-tanya tentang komitmennya terhadap CSR.
Priok Rabu kelabu boleh jadi akan menjadi model sejarah hitam CSR di negeri ini.
Ironisnya, saat ini aparat lapangan yang justru disorot. Padahal mereka adalah polisi pamong praja dengan kompetensi yang jauh dibawah polisi beneran, tetapi mendapat perintah, dan konon didanai bermilyar-milyar rupiah, untuk melaksanakan tugas yang bukan kompetensinya.
Jadi perlu dipelajari betul-betul asbabul wurud atau asal-muasalnya. Dalam strata kepegawaian, polisi pamong praja adalah blue-collar yang bergerak atas perintah. Para white collar pembuat kebijakanlah yang seharusnya bertanggung-jawab. Perintah Alloh, “Wahai orang-orang yang beriman, i‘diluu ~ berbuat adillah”. Sudah ada martir, komandannya dilengserkan, timbul wacana institusinya mau dibubarkan pula. Sungguh musibah ditimpa musibah.
Selain kekeliruan langkah CSR, ada dimensi super-sakral didalam peristiwa Rabu berdarah maqom Mbah Priok. Didalam telaah CSR, penggusuran makam Habib seharusnya dihindari, atau setidaknya dengan langkah-langkah CSR yang lebih mutawari alias super hati-hati. Mengapa?
Bagi kalangan Muslimin, Habib adalah keturunan langsung Nabi. Maka diyakini didalam darah Mbah Priok Habib Hasan bin Muhammad al Haddad mengalir darah Rasulullah SAW yang kepadanya dibacakan sholawat “Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aalii Muhammad” ~ Ya Allah berikan keselamatan kepada Muhammad dan kepada keluarganya Muhammad. Alih-alih disholawati, malah mau digusur. Alloohu a‘lam.
Teddy Suratmadji